Kemendagri Terbitkan Permendagri No 73 Tahun 2022 Untuk Berikan Perlindungan Sejak Dini Pada Anak

Posted by Operator Capil | 2022-07-19 04:03:44 | 296 kali dibaca

Image

by Operator Capil 2022-07-19 04:03:44 Berita DISDUKCAPIL

Tujuan
Dirjen Zudan menjelaskan, bahwa setiap penduduk memiliki identitas diri dan negara harus memberikan pelindungan dalam pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan. 

Selain itu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik. 

Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan. "Sekalgus memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," urai Zudan.

Isi Pokok
Melalui Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan dijelaskan bahwa pencatatan nama adalah penulisan nama penduduk untuk pertama kali pada dokumen kependudukan.

Pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi dan jumlah kata paling sedikit dua kata. 

Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya. Contohnya pendaftaran sekolah, ketika si anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya. 

"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, dihimbau untuk minimal dua kata, namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh. Hal ini hanya bersifat himbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan," Zudan menjelaskan. 

Alasan minimal dua kata adalah lebih dini dan lebih awal memikirkan, mengedepankan masa depan anak. Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya.

Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi, menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan, dan gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.

Lebih jauh, Zudan menjelaskan, dalam tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan ini dilarang disingkat, kecuali tidak diartikan lain. Artinya, boleh disingkat namun harus konsisten dengan singkatan tersebut, tidak boleh berubah-ubah selamanya. Sebab akan berlaku seumur hidup pada dokumen kependudukan dan dokumen pelayanan publik lainnya. Contoh: nama seseorang Abdul Muis, jika pemohon meminta untuk disingkat namanya menjadi Abd Muis boleh saja, namun selamanya akan Abd Muis. Inilah namanya. Abd tidak dianggap lagi sebagai singkatan tetapi sudah menjadi nama.

"Di samping itu, tidak boleh menggunakan angka dan tanda baca. Dan juga tidak boleh mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil. Akta pencatatan sipil itu antara lain akta kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian," papar Zudan. 

Untuk penerapan aturan ini, tentunya pejabat pada Disdukcapil kabupaten/kota, UPT Disdukcapil kabupaten/kota, atau kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar melakukan pembinaan kepada penduduk mengenai prinsip, persyaratan, dan tata cara pencatatan nama. 

"Pembinaan yang dimaksud dilakukan untuk memberikan saran, edukasi dan informasi guna pelindungan kepada anak sedini mungkin.
Agar pencatatan nama pada dokumen si Anak sesuai dengan aturan," ujarnya. 

Penduduk yang memaksakan mencatatkan nama anaknya lebih dari 60 karakter termasuk spasi dan disingkat atau diartikan lain; menggunakan angka dan tanda baca dan mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil--padahal pejabat dan petugas Dukcapil telah memberikan saran, edukasi dan informasi kepada masyarakat tersebut--namun masih mengabaikan, maka dokumen kependudukan belum dapat diterbitkan, sampai masyarakat mematuhi sesuai aturan. 

Hal ini dilakukan untuk kebaikan dan perlindungan bagi perkembangan anak ke depan. "Lebih tegas kepada pejabat dan petugas yang tetap mencatatkannya dan tidak sesuai aturan maka diberikan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis dari Menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil," jelasnya lagi.

Tetap Berlaku
Pada saat Permendagri ini mulai berlaku, maka Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku. Maksudnya, bagi nama penduduk yang sudah tercatat pada data kependudukan yang sebelum diundangkannya Pemendagri Nomor 73 Tahun 2022, maka dokumen yang telah terbit sebelumnya dinyatakan tetap berlaku. Permendagri ini diundangkan pada tanggal 21 April 2022.

Menteri Dalam Negeri Prof HM Tito Karnavian meminta jajaran Dukcapil Pusat dan Daerah untuk segera mensosialisasikan aturan ini agar masyarakat bisa memahami dengan baik dan mengimplementasikannya. 

Peraturan tersebut dapat diakses pada link berikut. Permendagri No. 73 Tahun 2022